Senin, 09 Maret 2009

Penerapan Kewirausahaan Dalam Mata Pelajaran Muatan Lokal yang Berbasis Potensi Lokal Siswa Usia Wajib Belajar 9 Tahun

  1. Latar Belakang

Dalam konstruksi kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara salah satu satu kebutuhan adalah terciptanya generasi yang berkualitas yang berfungsi sebagai penerus, penyangga, dan pelaku pembangunan untuk kelangsungan sebuah bangsa dan negara. Penyediaan sumber daya insani yang berkualitas berkaitan erat dengan keberadaan (eksistensi) lembaga dan manajemen pendidikan (Arikunto,2007). Terselenggaranya pendidikan yang baik merupakan salah satu prasyarat utama yang mesti dipenuhi untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional secara menyeluruh dan tujuan pembangunan daerah secara lebih spesifik (Arikunto, 2007).

Pendidikan merupakan sesatu yang wajib, mengingat kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa yang memang memprihatinkan, di tingkat Asia Tenggara, bangsa ini masih berada di bawah Vietnam, Malaysia, Thailand, apalag Singapura (Arikunto,2007). Adanya gerakan Wajib Belajar 9 Tahun merupakan suatu kepedulian pemerintah terhadap keadaan pendidikan di Indonesia. Wajib Belajar 9 Tahun diawali dengan lahirnya intruksi presiden Nomor 1 tahun 1994 tentang program Wajar Dikdas 9 Tahun. Tujuan dan sasaran program ini adalah memberikan agar semua warga Negara Indonesia yang berusia 7 sampai 12 tahun mengikuti pendidikan pada sekolah dasar dan atau setara serta semua penduduk yang berusia 13 sampai 15 tahun mengikuti pendidikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan atau setara. Wajar Dikdas 9 tahun merupakan dari amanat UUD 1945 (Depdiknas, 2007).

Tujuan pendidikan adalah mengantarkan peserta didik menjadi manusia dewasa, yakni manusia yang mampu berfikir dan bertindak atas pilihan dan inisiatifnya sendiri. Dalam makna seperti ini ukuran benar tidaknya arah pendidikan adalah dengan menguji apakah praktek pendidikan dan pengajaran di sekolah membantu anak didik semakin dewasa dan otonom, atau membuat anak didik terus tergantung pada otoritas (guru, orang tua, atau bahkan negara) (Arikunto,2007).

Adanya suatu kenyataan bahwa terdapat jumlah penganguran pada anak-anak usia produktif (15-24 tahun) sebanyak 12,63%, urutan kedua ditempati usia 25-44 tahun 5,62%. umumnya mereka yang menganggur belum mempunyai beban rumah tangga (Djamal, 2007). Merujuk juga kepada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2007, disebutkan bahwa angka pengangguran yang tidak lulus atau lulus SD mencapai 3.524.884 orang, SMP 2.860.007 orang. Dalam usia antara 12-15 tahun siswa memiliki suatu sifat yaitu mampu berpikir operasi formal lebih berisifat hipotesis dan abstrak serta sistematis dan ilmiah dalam memcahkan masalah dari pada berfikir konkret, (Sigelman & Shaffer dalam Yusuf, 1995). Dalam tahap produktif ini siswa menuju pada tahap pemahaman tetang dirinya, apabila telah memiliki kepribadian dirinya sendirinya sendiri, maka siswa telah memiliki pemahaman dan kemapuan untuk menyesuaikan diri dengan dirnya sendiri, peran-perannya dalam kehidupan sosial, dunia kerja dan agama (Yusuf, 2001). Hal tersebut tidak diikuti dengan adanya sutau kurikulum yang secara khusus mampu memunculkan dan melatih jiwa usaha dan keterampilan mereka dalam usia produktif, yang diharapkan setelah lulus SMP siswa mendapatkan bekal keterampilan atau keahlian yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupannya.

Secara teknis filosofis orientasi pendidikan yang berbasis masyarakat luas adalah kewirausahaan atau upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide dan sumber daya (Prawirokusumo dalam Budi, 1997) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bukan semata-mata berorientasi kepada jalur akademik, akan tetapi sekolah dituntut agar mampu mewujudkan pertautan yang jelas dengan dunia kerja. Paradigma bersekolah untuk bekerja (school to work) harus mendasari semua kegiatan pendidikan (zulfikri, 2007). Dalam mengantisipasi persaingan global, perlu disiapkan lulusan peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berkualitas serta sikap teladan, dalam rangka ikut berpartisipasi dalam persaingan dunia kerja. Memasuki milenium ke tiga dan persiapan global yang lebih beretika sangat mendesak dunia pendidikan membuat program yang berorientasi semangat kewirausahaan (Kao, 2004).

Kewirausahaan ternyata bukan hanya bakat bawaan sejak lahir, atau bersifat praktek lapangan. Kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang perlu dipelajari. Kemampuan seseorang dalam berwirausaha, dapat dimatangkan melalui proses pendidikan. Kewirausahaan juga merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri, yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Suryana dalam Budi, 2004). Kewirausahaan yang dimaksudkan adalah kewirausahaan yang berbasis potensi daerah, yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengenal dan mengembangkan potensi daerahnya tersebut.

Selama ini pendidikan nasional kita sangat sentralistis. Orientasinya sangat nasional, dan hal tersebut dibayar mahal dengan terabaikannya potensi-potensi lokal (Anonim 1, 2007). Indonesia adalah negara agraris dan maritim. 70% lebih dari negeri ini terdiri atas perairan sebagai sumber kekayaan alam tiada habis-habisnya. Inilah keunggulan dan potensi lokal, namun pendidikan nasional mengabaikannya (Anonim 1, 2007).. Potensi lokal yang dimiliki oleh setiap daerah berbeda, seperti kekayaan laut, hutan, alam yang secara keseluruhan memiliki keunggulan, penyusunan berbasis potensi lokal ini harus mengacu pada tujuan pendidikan (Waspodo, 2006). Sesungguhnya kewirausahaan dalam mata pelajaran muatan lokal yang berbasis pada potensi lokal bisa menjadi salah satu solusi strategis untuk mendorong kegiatan perekonomian nasional dan mengembalikan posisi Indonesia sebagai negara agraris, maritim dan juga dapat menjadi bekal mereka untuk menghadapi dunia pasar bebas

Berdasarkan filosofi pendidikan negara mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan jumlah pengguran dalam usia produktif serta kebutuhan disiplin ilmu yang berkaitan dengan kewirausahaan dalam sebuah kurikulum pendidikan menunjukkan pentingnya pemberian mata pelajaran kewirausahaan dikalangan siswa usia wajib belajar 9 tahun yang menurut psikologi anak, dalam usia-usia tersebut anak sudah memiliki jiwa kewirausahaan yang perlu dimaksimalkan, sehingga dalam karya tulis ini ingin membuka suatu penerapan kewirausahaan dalam mata pelajaran muatan lokal yang berbasis potensi lokal siswa usia wajib belajar 9 tahun yang memiliki tujuan untuk disamping untuk memupuk potensi kewirausahaan dalam jiwa tersebut juga untuk menyiapkan lulusan yang termasuk dalam usia produktif dengan jiwa berwirausaha dalam mengembangkan potensi lokal daerah mereka dan memiliki kesadaran tinggi dalam mengaktualisasikan potensinya secara cerdas dalam bertahan hidup dan kehidupan bermasyarakat.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka didapatkan rumusan masalah yaitu bagaimana pentingnya penerapan kewirausahaan dalam mata pelajaran muatan lokal yang berbasis potensi lokal siswa usia wajib belajar 9 tahun.

  1. Tujuan

Berdasarkan rumusan diatas karya tulis ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pentingnya penerapan kewirausahaan dalam mata pelajaran muatan lokal yang berbasis potensi lokal siswa usia wajib belajar 9 tahun.

  1. Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah di atas, karya tulis ini mempunyai sebagai berikut :

1. Dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem pengajaran wajar dikdas dengan menambahkan pendidikan kewirausahaan berbasis potensi lokal dalam muatan lokal.

2. Dapat memberikan keterampilan wirausaha untuk mengu\rangi angka pengangguran usia produksi, khusus yang lulusan SD dan SMP.

3. Dapat meningkatkan kualitas pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.


Cp : David (03171846551)

Tidak ada komentar: