Senin, 26 Oktober 2009

AKU LULUS

(10 Oktober 2009)

Pagi begitu cepat hadir, yang biasanya ketika bangun masih dalam kondisi santai dan malas-malasan maka di hari ini aku begitu berbeda. Hebat seraya hati kecilku berkata. Padanganku mengarah kepada istri tercintaku kembali hati kecilku berbisik, “Cinta, akhirnya kita bisa.” Suara itu muncul karena kita (aku dan istriku) dapat menyelesaikan kuliah S-1 ketika hal itu banyak diragukan oleh banyak orang, termasuk orang tuaku. Segera aku sholat subuh dan bergantian mandi dan berkemas dengan berpakaian putih dan bercelana hitam. Istriku juga sibuk dengan kebayanya, sedangkan aku masih merasa berdebar kecil. Ingatanku menuju ke sebuah penggalan film “ketika cinta bertasbih” yang menampilkan seorang mahasiswa histeris karena telah dinyatakan lulus kuliah. “Akhirnya aku lulus” begitu kiranya ucapan mahasiswa tersebut dengan meneteskan air mata dan kakinya lemah bersimpuh.
Satu pembuktian kalau david (aku) dan Arik (istriku) telah dapat menjadi orang yang mematuhi janji dan membuat keraguan sebagian orang atas keberhasilan aku dan istri untuk lulus kuliah ketika menjalani sebuah perkawinan.
Sekitar pukul 06.45WIB aku berangkat berbocengan dengan istriku menuju sebuah gedung wisuda. Meskipun sangat hanya membawa motor, kesan romantisme tidak menghilang. Dalam perjalanan tersebut istriku nyeletuk penuh haru, “Mas kita kayak orang mau nikah lari ya?”, segera aku menimpali “kalau ini bukan lari tapi nikah sambil motoran, pastinya penghulunya capek dong, kalau kita nikah lari aja penghulunya dah ngosngosan apalagi kita nikah naik motor.....” sesaat itu pula pecah rasa bahagia kita dengan tertawa riuh. Percakapan itu mengingatkan kita karena ketika kita menikah tidak ada perayaan yang besar. Dan saat itupun suasana kebahagiaan kita tertahan karena status kita yang belum lulus kuliah.
Sesampai ditempat wisuda sarjana dari tempat parker motor ke gedung wisuda kanan kiri terlihat riuh suara wisudawan dan keluarganya sedang merayakan kebahagiaannya, akan tetapi kami berjalan bergandengan seperti orang asing yang tidak berharap dengan banyaknya orang disekitar kita. Bahagia, itu saja yang kita rasakan. Tepat di depan gedung aku baru mengenakan baju togaku. Petaka seperti akan menghantui hari wisuda, hal itu karena resleting baju wisuda rusak. Ucapan basmallah aku ulang-ulang agar resleting dapat kembali baik dan alhasil setelah berupaya beberapa kali akhirnya resleting bisa dikaitkan.
Kita yang terlalu bahagia lupa kalau keempat orang tua kita (ayah dan ibu kandung dan dua bapak ibu mertua) belum hadir diantara kita. Telepon kita mainkan, hubungi keempat orang tua kita dan bertanya akan keberada mereka. Hah..... jam 7.20 WIB rombongan mertuaku hasih kurang 30Km dari tempat aku berdiri, sedangkan oran tuaku masih berada 10 km lagi untuk sampai. Sambil menghibur diri aku berucap pada istriku, “anti (sebutan untuk kamu) juga kan keluarga saya, saya kan juga keluarga anti, jadi ternyata kita sudah ada keluarga yang mendapingi kok.
Tepat pukul 7.30 WIB kaki berayun melangkah masuk gedung wisuda, sayangnya istri yang beda jurusan (istriku jurusan matematika, aku jurusan kimia) membuat kita duduknya harus dipisah. Setelah Istri yang mendapat giliran terlebih dahulu untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan (S.Pd), aku menunggu giliran untuk mendapat pengukuhan dari rector. Sambil menunggu aku SMS ke ayah, “ Sebentar lagi nama David Irianto akan berubah menjadi David Irianto, S.Si.” tidak lama kemudian SMS balasan dari ayah sampai di HPku, “ Ayah tunggu”. Tepat pukul 09.10, “David Irianto” sebuah pangilan kepada wisudawan untuk menerima ijasah dan dikukuhkan oleh rector sebagai sarjana. “itu aku” dalam hati kecilku berkata mendorong kaki dan debaran hati kecilku mengarah ke ketua jurusan kimia untuk menerima ijasah S-1 dan ke Rector untuk dikukuhkan. Keempat orang tuaku yang menyaksikan dari luar gedung dengan menyaksikan aku melalui layar siaran langsung dari dalam gedung wisuda mengirim SMS, “Kami telah menyaksikan kalian berdua kini telah menyandang gelar sarjana, ayah dan ibu mengucapkan selamat.” Selesai prosesi kami keluar dan disambut dengan ucapan selamat lagi dari mereka berempat. Foto adalah saat yang ditunggu setelah wisuda karena kita sama sekali tidak memiliki memori pernikahan dengan keempat orang tua kita yang saat itu memang digelar sangat sederhana. Wisudawan yang lain foto sendiri dengan kedua orang tua, aku foto dangan istri yang masih mengenakan baju wisuda dank keempat orang tua kita. Itulah hikmah kecil dari Alloh untuk kita yang emilih menikah sebelum lulus. “FOTO BERENAM” AKU, ISTRI, AYAH, IBU DAN AYAH IBU MERTUA.
Lega......... Aku....Lulu.......s.ssss. Jadi sekarang kita punya nama David Irianto, S.Si., dan Arik Sirojiah Alanami, S.Pd.

PENGHILANGAN ION LOGAM Cr (III) MENGGUNAKAN LIMBAH LUMPUR AKTIF DARI INDUSTRI KERTAS

Seminar Nasional Kimia XVIII

Yogyakarta, 10 Juli 2008

L24

David Irianto1*, Wahyu Budi Sabtiawan1, Millah Kartikaningtyas1, Sari Edi

Cahyaningrum1

1 Mahasiswa S‐1, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Surabaya, Kota Surabaya

2 Jurusan Kimia FAkultas MAtematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Surabaya, Kota Surabaya

*email: dvd_irianto@yahoo.com, telp.(031)71846551


ABSTRACT

Adsorbtion of Cr (III) metal ion using dump of active sludge had been studied. Same

parameter of adsorption were determined suchas: the desorption mechanism, optimum

of pH, the rate and capasity of adsorption. The result showed that, desoption

mechanism of Cr(III) on dump of active sludge was dominated with kovalen coordinaton

mechanism although the other mechanism was available. Adsorption Cr(III) have been

optimum pH 2,9, with the adsorption rate k = 0,00002 menit‐1. the Equibility adsoption

the dump of active sludge was 117.60 ppm.


Keyword : Active sludge, Adsoption, Cr(III)

Aedes Aegypti



1.Pengertian
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia (Anonim2. 2007).

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah (Anonim2. 2007).

Adapun klasifikasi kepiting nyamuk Aedes Aegyti adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicinae
Genus : Aedes (Stegomyia)
Spesies : A. aegypti
(Anonim2, 2007)

2.Siklus Hidup
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas) (Anonim2, 2007).
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung (Anonim2, 2007)

Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk (Anonim2, 2007).

3.Metode Pengendalian
Pengendalian adalah suatu usaha untuk mengekang suatu hal dengan pengaturan sumber daya, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan cara membandingkan antara usaha dengan suatu standar tertentu yang telah ditetapkan. Tujuan pengendalian vektor adalah menurunkan kepadatan vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan. Cara pengendalian DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memberantas nyamuk penularnya, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi belum ada. Pada dasarnya pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan 4 cara.

a.Pengendalian lingkungan.
Langkahnya terdiri dari pengendalian terhadap nyamuk dewasa dan pradewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini adalah mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak/kurang disenangi oleh nyamuk sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai kesempatan untuk menularkan penyakit atau mengusahakan agar untuk nyamuk dan manusia berkurang.
Usaha ini dapat dilakukan dengan cara menambah pencahayaan ruangan dalam rumah, lubang ventilasi, mengurangi tumbuhan perdu, tidak membiasakan menggantungkan pakaian di kamar serta memasang kawat kasa. Pengendalian terhadap nyamuk pradewasa. Pengelolaan lingkungan tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi nyamuk meletakkan telurnya atau menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk.

b.Kedua, pengendalian secara biologis.
Yakni berupa intervensi yang dilakukan dengan memanfaatkan musuh-musuh (predator) nyamuk yang ada di alam seperti ikan kepala timah dan goppy.

c.Ketiga, pengendalian secara kimia.
Yakni berupa pengendalian vektor dengan bahan kimia, baik bahan kimia sebagai racun, sebagai bahan penghambat pertumbuhan ataupun sebagai hormon. Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vektor harus mempertimbangkan kerentanan terhadap pestisida yang digunakan, bisa diterima masyarakat, aman terhadap manusia dan organisme lainnya, stabilitas dan aktivitas pestisida, dan keahlian petugas dalam penggunaan pestisida.

d.Keempat, pengendalian terpadu.
Langkah ini tidak lain merupakan aplikasi dari ketiga cara yang dilakukan secara tepat/terpadu dan kerja sama lintas program maupun lintas sektoral dan peran serta masyarakat
(Dinata, 2004)

ADDITION CHITIN AND CHITOSAN WHICH IS ISOLATED FROM WASTE PRAWN EGGSHELL OF WINDU (Penaeus monodon) TO THE QUALITY AND DURABILITY OF WET NOODLE

David Irianto

ABSTRACT

This research is conducted to know the effect of chitin and chitosan which is isolated from waste prawn eggshell of windu to the quality of chemistry, durability and organoleptic of wet noodle. In this research the concentration of chitin or chitosan which are given to the wet noodle are begun from 0,0 %; 0,5%; 1.0%; 1,5%; 2,0%; 2,5%. The research of chemistry quality of wet noodle are begun from the rate of irrigate which is researched with drying method, the rate of protein with kjeldal method, the rate of fat with shoxlet and the rate kalium mineral with spektrofotometer. The durability of wet noodle which is used as parameter in this research is the number of microba which are calculated with TPC method. The quality of organoleptic which is researched is the quality of colour, taste, sense and textur. The analysis of statistics and quantitative descriptive show that the addition of chitin or chitosan with concentration 0,0; 0,5; 1,0; 1,5; 2.0; 2,5 to the noodle give the significant effect to the quality of chemistry. It is shown that the rate of irrigate decrease progressively ever greatly addition of chitin or chitosan and the rate of protein increase progressively ever greatly addition of chitin or chitosan. While, the rate of fat, carbohydrate and kalium mineral do not show the significant effect. The addition of chitin or chitosan also give the significant effect to the number of microba. In microba research, the number of microba decrease progressively ever greatly addition of chitin or chitosan. Generally, the result of organoleptic research show that from 15 panelists said “like” to the organoleptic quality of wet noodle with addition chitin or chitosan. in the other hand, wet noodle without addition chitin or chitosan, panelists said “like enough”.


Key words: chitin, chitosan, wet noodle