Sekitar pukul 06.45WIB aku berangkat berbocengan dengan istriku menuju sebuah gedung wisuda. Meskipun sangat hanya membawa motor, kesan romantisme tidak menghilang. Dalam perjalanan tersebut istriku nyeletuk penuh haru, “Mas kita kayak orang mau nikah lari ya?”, segera aku menimpali “kalau ini bukan lari tapi nikah sambil motoran, pastinya penghulunya capek dong, kalau kita nikah lari aja penghulunya dah ngosngosan apalagi kita nikah naik motor.....” sesaat itu pula pecah rasa bahagia kita dengan tertawa riuh. Percakapan itu mengingatkan kita karena ketika kita menikah tidak ada perayaan yang besar. Dan saat itupun suasana kebahagiaan kita tertahan karena status kita yang belum lulus kuliah.
Sesampai ditempat wisuda sarjana dari tempat parker motor ke gedung wisuda kanan kiri terlihat riuh suara wisudawan dan keluarganya sedang merayakan kebahagiaannya, akan tetapi kami berjalan bergandengan seperti orang asing yang tidak berharap dengan banyaknya orang disekitar kita. Bahagia, itu saja yang kita rasakan. Tepat di depan gedung aku baru mengenakan baju togaku. Petaka seperti akan menghantui hari wisuda, hal itu karena resleting baju wisuda rusak. Ucapan basmallah aku ulang-ulang agar resleting dapat kembali baik dan alhasil setelah berupaya beberapa kali akhirnya resleting bisa dikaitkan.
Kita yang terlalu bahagia lupa kalau keempat orang tua kita (ayah dan ibu kandung dan dua bapak ibu mertua) belum hadir diantara kita. Telepon kita mainkan, hubungi keempat orang tua kita dan bertanya akan keberada mereka. Hah..... jam 7.20 WIB rombongan mertuaku hasih kurang 30Km dari tempat aku berdiri, sedangkan oran tuaku masih berada 10 km lagi untuk sampai. Sambil menghibur diri aku berucap pada istriku, “anti (sebutan untuk kamu) juga kan keluarga saya, saya kan juga keluarga anti, jadi ternyata kita sudah ada keluarga yang mendapingi kok.
Tepat pukul 7.30 WIB kaki berayun melangkah masuk gedung wisuda, sayangnya istri yang beda jurusan (istriku jurusan matematika, aku jurusan kimia) membuat kita duduknya harus dipisah. Setelah Istri yang mendapat giliran terlebih dahulu untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan (S.Pd), aku menunggu giliran untuk mendapat pengukuhan dari rector. Sambil menunggu aku SMS ke ayah, “ Sebentar lagi nama David Irianto akan berubah menjadi David Irianto, S.Si.” tidak lama kemudian SMS balasan dari ayah sampai di HPku, “ Ayah tunggu”. Tepat pukul 09.10, “David Irianto” sebuah pangilan kepada wisudawan untuk menerima ijasah dan dikukuhkan oleh rector sebagai sarjana. “itu aku” dalam hati kecilku berkata mendorong kaki dan debaran hati kecilku mengarah ke ketua jurusan kimia untuk menerima ijasah S-1 dan ke Rector untuk dikukuhkan. Keempat orang tuaku yang menyaksikan dari luar gedung dengan menyaksikan aku melalui layar siaran langsung dari dalam gedung wisuda mengirim SMS, “Kami telah menyaksikan kalian berdua kini telah menyandang gelar sarjana, ayah dan ibu mengucapkan selamat.” Selesai prosesi kami keluar dan disambut dengan ucapan selamat lagi dari mereka berempat. Foto adalah saat yang ditunggu setelah wisuda karena kita sama sekali tidak memiliki memori pernikahan dengan keempat orang tua kita yang saat itu memang digelar sangat sederhana. Wisudawan yang lain foto sendiri dengan kedua orang tua, aku foto dangan istri yang masih mengenakan baju wisuda dank keempat orang tua kita. Itulah hikmah kecil dari Alloh untuk kita yang emilih menikah sebelum lulus. “FOTO BERENAM” AKU, ISTRI, AYAH, IBU DAN AYAH IBU MERTUA.
Lega......... Aku....Lulu.......s.ssss. Jadi sekarang kita punya nama David Irianto, S.Si., dan Arik Sirojiah Alanami, S.Pd.